“Sekali di udara tetap di udara” ujar Pak Sukma
dengan lantang kepada peserta Diklat Jurnalistik, Sabtu (7/10). Jurnalis siaran
radio merupakan garis besar pembahasan di agenda pertemuan diklat kali itu.
Bapak yang berprofesi sebagai Manager operasional Nirwana Group ini berhasil
menarik perhatian barisan mahasiswa baru dengan celotehan beliau.
Seorang jurnalistik tentu identik dengan profesi si
pemburu berita, padahal ada banyak profesi dari bagian jurnalis, salah satunya
seorang penyiar. Penyiar ibarat penyanyi yang mengalunkan lirik lagu, sedangkan
penyiar adalah pembaca yang menyuarakan tulisan. Sebenarnya penyiar hanya lah
pembaca, namun bukan pembaca biasa. Pembaca yang harus mampu mengekspresikan mimik
suaranya, tidak hanya terpatok pada naskah semata.
Bukan cuman bakat yang diperlukan untuk menjadi
seorang broad cash, tapi juga minat. “Tidak semua penyiar mampu menjadi pembaca
informasi, apalagi penyiar yang tak punya minat” ujar Pak Sukma.
Banyak ilmu yang dituangkan oleh Pak Sukma ini,
pemaparan dari segi intonasi, kemampuan membaca, keterampilan penyiar,wawasan
dan penguasaan yang di perlukan untuk menjadi seorang jurnalistik di bidang
radio.
Penyiar haruslah menjadikan media siarnya yaitu
radio menjadi media imajinasi. “Radio adalah Theater Offline” kiasnya. Pak Sukma menambahkan bahwa radio bukanlah media
keluarga melainkan media personal, “Radio itu komunikasi personal, jadi sasaran
siar kita adalah semua orang. Namun juga harus memperhatikan bahasa dari tutur
kata, gunakan bahasa rakyat, kita harus membumi agar terkesan dekat dengan
pendengar kita”. Penyiar identik dengan kiasan “Wajah menipu suara merayu”
selanya di tengah penjelasan.
Pertemuan kali itu di tutup dengan canda dari Pak
Sukma yang memberitahukan cara berhitung orang Banjarmasin “Satu
batu....Sembilan bulan sepuluh waluh” semua mahasiswa sentak tertawa dibuatnya.
(Yeni Fitria_LPM JK FE Unlam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar